February 4, 2011

ode di tepi waktu


angin itu mendesis dalam dingin,
membawa setiap derai helai kehangatan, dengan indah yang mengiringi kabut,
tak ada senyum lembut, tak ada sapa yang terucap, hanya tatapan penuh sukacita
bayangan yang memanjang manarik diri dari tiarapnya matahari,
bulan menggantung berayun tak bertangkai
warna perak yang ada menyiram jelaga yang kelam
angin mendesis berbisik,
menghantar berita yang rona
tak bisa di kikis dengan kikir pertanyaan
berhambur tirai yang halus dan ramah
angin datang dengan sahaja
memanggil gigil yang tak berasa
menghembus asa kedalam raga
tuk mewartakan setiap kata yang bermakna.
jika pagi menjelang, angin memanggil bias keemasan
mengurai helai-helai kesangsian
membawa kerapuhan pada keteguhan.
kala mentari tertawa dahaga,
bisikan angin menggerus kebingungan
memantapkan tiang yang kokoh memajang
menopang imbangnya sang kala hari
angin pun menderu bangga, “aku datang padamu kembara jiwa!”
***********************************************
lihatlah sepenggal cerita tentang bumiku
yang rapuh bersamaan waktu
tak lepas diramu sekehendak pemburu
dengarlah dongeng tentang negriku
deritanya pilu dan sendu
tertatih tatih digarap nafsu
berdiri tegak dengan hati tanpa mengeluh,
meski begitu,
tengoklah jalan yang kutuju
tak akan jauh dari tempatmu bersauh
meniti tanpa ragu
mengait asa disisa waktu untuk setia slalu
tidak berhenti hingga nafas kembali pada Sang Penentu.